Showing posts with label Fiksi. Show all posts
Showing posts with label Fiksi. Show all posts

Saturday, November 14, 2015

ABU NAWAS ATAU ALBERT EINSTAIN, LEBIH CERDAS?


Jerman, musim panas 1921. Dalam sebuah perjalanan kereta api antara Köln - Frankfurt, seorang laki-laki yahudi duduk bersebelahan dengan seorang laki-laki Arab. Setelah berkenalan akhirnya diketahui lelaki yahudi itu bernama Albert Einstain dan orang Arab itu bernama Abu Nawas Jr. Ke-7. Untuk mengisi waktu selama perjalanan, Einstein menantang Abu main tebak2an. Mulanya Abu menolak karena dia sangat lelah dan mengantuk. Tetapi Einstain memaksa dengan iming2 jika Einstain tidak bisa menjawab pertanyaan Abu, Einstain akan membatar 100 DM (Deutsche Mark: mata uang jerman saat itu). Sebaliknya jika Abu yang tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan Einstein maka Abu hanya membayar 2 DM. Akhirnya Abu bersedia diajak main tebak2an. Yang mendapat giliran pertama bertanya adalah Einstein. "Tolong jelaskan rumus E = mc2" Abu segera merogoh koceknya dan menyerahkan 2 DM. "Aku tidak tahu". Einstein tersenyum sangat lebar. Giliran Abu yang mengajukan pertanyaan sekarang. "Hewan apa yang jika naik kakinya 4 dan jika turun kakinya 3?" Einstein berpikir sangat keras namun dia tak tahu jawabannya. Penasaran, ia membongkar tasnya yang penuh dengan buku tapi tidak juga menemukan jawaban. Sementara Abu lelap dalam tidurnya, Einstain berjalan ke seluruh gerbong kereta dan menanyai semua penumpang tentang pertanyaan Abu tersebut. Pun demikian tidak seorangpun ada yang bisa menjawab. Akhirnya dia menyerah dan membayar Abu 100 DM. Namun Einstein tidak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Dengan malu tertahan ia mengajukan pertanyaan yang sama pada Abu. "Hewan apa yang jika naik kakinya 4 dan jika turun kakinya 3?" Dengan malas Abu merogoh koceknya lagi dan menyerahkan 2 DM pada Einstein seraya berkata "Aku juga tidak tahu"

Thursday, May 29, 2014

Taqdir Tuhan Di Kelas Bahasa Inggris



 Sesuai dengan teori mengajar, sebagaimana Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang benar, setiap kali merampungkan pembahasan sebuah topik dari bahan ajar, Pak Salman selalu memberi latihan untuk mengetahui seberapa besar yang mampu diserap oleh murid setelah belajar dan jika perlu sejauh mana mereka harus mengejar.
Pak Salman mempersilakan murid-murid secara berpasangan bergantian maju ke depan kelas untuk mempraktekkan percakapan pendek yang berkaitan dengan tema pagi itu yaitu “menanyakan dan menyampaikan pendapat”.
           Pada awalnya semua berjalan wajar. Namun ketika giliran Mansur murid laki-laki yang duduk di bangku baris ketiga dari depan kedua dari kiri, tanpa diduga anak tersebut menolak untuk maju. “Maaf pak, saya tidak bisa”, katanya  pendek.
“Tidak apa-apa kalau memang belum bisa, silahkan maju ke depan, nanti kita bantu sama-sama” jawab Pak Salman
“Tapi saya betul-betul tidak bisa, Pak. Takdir saya memang demikian”.
Pak Salman mengerutkan keningnya. Dalam hati ia berkata “Ada yang tak beres dengan anak ini”. Tapi sebagai seorang pendidik, pak Salman harus tenang dan tidak terbawa suasana ketika menghadapi situasi semacam ini.

Friday, May 16, 2014

Iblis Cantik Bernama Valentine La Douce

        
"Ne fais pas ça, Mademoiselle ...!"
"Mas bilang apa?"
"Je ne peux pas!"
"Mas......?!"
 "Mademoiselle Valentine...... S’il vous plaît .... Laissez-moi aller!"
"Mas Salman.....! Bangun... bangun...!" Atun menggoyang pundak suaminya yang mengigau dalam bahasa yang ia tidak mengerti.

Perlahan-lahan Salman terjaga. Sejenak ia memandang wajah cantik istrinya dalam temaram cahaya lampu tidur, lalu tersenyum sambil mengusap jari-jari lembut yang masih menempel di pundak kanannya. Tanpa berkata-kata ia merengkuh istrinya dan membenamkan dalam pelukannya .


Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ingin Atun ajukan pada suaminya. Tetapi rasa nyaman luar biasa yang ia rasakan mengalahkan keingin tahuannya. Aroma wangi khas segera menyapa hidung Atun. Ini juga ingin ia tanyakan sejak lama. Selama ini ia menduga bau tubuh suaminya yang berbeda dari kebanyakan orang disebabkan oleh rasa sayang dan cinta. Ia mempercayai apa yang pernah ia dengar tentang perkataan Jalaluddin Al-Rumy bahwa cinta mampu merubah semua yang pahit menjadi manis. Demikian juga bau asam keringat bisa berubah menjadi wangi karenanya. Ia tidak pernah meragukan kekuatan cinta. Tetapi benarkah sebab itu indera peciumannya menjadi tidak berfungsi dengan semestinya?

***

Thursday, April 24, 2014

Terdampar

Salman membuka mata.  Sinar matahari menghantam penglihatannya dan memaksa dia menggunakan telapak tangan untuk melindungi diri dari silau cahaya. Sakit yang luar biasa ia rasakan di lengan bagian kanan sehingga ia kehilangan kontrol gerakan. Tanpa sengaja Salman menampar wajahnya sendiri. Plok!. "Auw!" Pasir yang menempel di wajahya beterbangan. Perlahan-lahan dia duduk sambil menekuk kaki. “Dimana aku?”, tanyanya dalam hati. Dengan tangan kiri ia membersihkan pasir yang masih menempel di mulut, rambut dan pipi. Ia mendapati dirinya di tengah hamparan pasir putih yang membentang bagaikan permadani. Air laut melambai-lambai diikuti suara ombak yang datang silih berganti. Angin berhembus pelan menyapa. Sekumpulan burung terbang di angkasa melintas di atas kepala. Seakan mereka berkata “Selamat datang, kawan”. Salman merasa ia berada di surga. “Apakah aku sudah mati?” Ia menoleh ke belakang. Dominasi warna hijau tumbuhan segera memanjakan mata. Daun-daun nyiur yang banyak tumbuh disana bergoyang sesuai irama angin seakan melambaikan tangan mereka. Kedamaian dan ketenangan menghinggapi hati dan perasaannya. “Inikah surga?”, gumam Salman berusaha mengenali tempat ia berada. Ketika hendak berdiri, ia merasakan kepalanya berat sekali. Lalu ia teringat sebuah keterangan yang pernah ia dengar bahwa di surga tak ada rasa sakit, tak ada luka. Dia memeriksa lengan kanannya yang memar dan sedikit bengkak. Kejadian yang telah ia lalui mulai tergambar jelas. Kemudian ia menjatuhkan diri bersujud di atas pasir sambil menangis. "Terima kasih ya Allah...! Engkau telah selamatkan aku dari kebinasaan. Terima kasih". 


Sunday, April 13, 2014

Kematian Tahlil


http://mosaicmarbelzelvisan.blogspot.com/2012/12/mozaik-marmer-kucing-menerkam-burung.html

Di perbatasan antara kabupaten Pati dan Jepara ada sebuah desa kecil yang bernama Desa Kembang Arum. Desa itu terletak di dataran tinggi antara gunung Muria dan dan gunung Celering.  Sebuah desa yang tenang dan kaya dengan keindahan alamnya.  Jika berdiri di tempat yang terbuka menjelang magrib, maka kita bisa menyaksikan matahari merah redup yang hendak pergi ke belahan bumi lain dan meningggalkan kita dalam pelukan bulan. Pada saat yang sama, jika menoleh ke kiri, kita bisa menyaksikan Gunung Muria yang megah dan gagah sedangkan di arah kanan terlihat gunung Celering yang mungil nampak dari kejauhan. Tak kalah menariknya, jika menoleh ke belakang, laut jawa akan memamerkan pesonanya  dengan airnya yang berkilauan tertimpa cahaya matahari senja.

Di antara penduduk desa yang berjumlah sekitar dua ribu orang ada seorang guru ngaji yang bernama Pak Haji Salman. Dia tinggal seorang diri di rumahnya yang terbuat dari kayu yang dicat warna hijau. Di halaman rumah berdiri sebuah musholla yang juga terbuat dari kayu dan juga dicat warna hijau. Meskipun sendirian, bisa dibilang pak haji Salman tidak pernah kesepian. Setiap waktu sholat banyak orang-orang yang tinggal di sekitar musholla datang untuk berjamaah. Anak-anak kecil juga senang bermain di halaman rumah pak Haji yang memang cukup luas dan banyak terdapat berbagai macam tanaman buah. Mulai dari pohon rambutan, klengkeng, belimbing, sawo, jambu air, jambu biji dan bahkan manggis juga ada. Siapapun diperbolehkan untuk mengambil buahnya asal untuk dimakan. Di tengah pohon-pohon itu terpasang sebuah papan yang ditulis dengan tulisan arab tetapi berbahasa jawa berbunyi "halal dipangan, haram dienggo dolanan" yang artinya "halal dimakan, haram dibuat mainan". Dan rupanya tulisan itu cukup manjur. Terbukti jarang sekali ada anak  atau siapa saja yang dengan sengaja berani mengambil buah tersebut kecuali dengan niat untuk menikmatinya. Mungkin karena kebaikan hati pemiliknya, justru membuat orang-orang menjadi segan. Dan begitulah, ketika seseorang mampu melepas keterikatan hati dengan harta benda, maka pada saat itu pula ia akan merasa kaya. Harta yang melimpah tidak bisa membuat orang merasa merdeka selagi hati orang itu selalu tertambat padanya. Sebaliknya ia akan menjadi budak dari kekayaan yang seharusnya dia berkuasa atasnya..


Sunday, February 9, 2014

Dialog Dengan Iblis

Hujan yang turun sejak lebih dari seminggu lalu nampaknya belum akan berhenti. Meskipun tidak sederas tadi sore, hujan rintik-rintik masih setia memecah keheningan malam. Atap dapur rumahku yang terbuat dari seng mengeluarkan bunyi seperti drum yang dipukul dengan pelan ketika air hujan menerpanya. Sesekali angin bertiup menggoyang daun-daun pohon rambutan yang tumbuh di halaman.  Perpaduan antara suara air dan gemerisik daun, diselingi dengan suara petir dari kejauhan seakan alam sedang menampilkan sebuah orkestra. Orkestra tidak beraturan yang menambah malam gelap semakin mencekam.

Listrik PLN mati di sekitar tempat tinggalku. Praktis lilin menjadi satu-satunya alat penerangan yang tersedia. Anak dan istriku sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing. Aku sendiri sebenarnya tidak akan kesulitan memajamkan mata jika mau menyusul mereka. Tapi kebiasaan tidur setelah tengah malam membuatku merasa masih terlalu sore ketika samar-samar aku melihat jam dinding menunnjukkan pukul 10.30.

Aku duduk di kursi tamu sambil melihat berita banjir yang terjadi dimana-mana melalui layanan internet di HP. Tiba-tiba aku merasakan angin dingin berhembus mengusap tengkuk dan kepalaku bagian belakang. Pada saat yang bersamaan pintu samping berderit.  Aku menoleh ke arah pintu dan betapa takut dan terkejutnya ketika kulihat persis di depan pintu sebuah sosok seperti manusia berdiri tegak memandang ke arahku. Tingginya kira-kira hampir dua meter dan besarnya dua kali tubuhku yang berbobot 80 kg. Kulitnya berwarna merah dengan rambut kaku di kepalanya yang tumbuh sangat jarang sehingga kulit kepalanya yang juga berwarna merah jelas terlihat dalam cahaya lilin. Matanya cekung dan berair. Pupil matanya merah menyala. Di dahinya ada benjolan besar disebelah kanan dan kiri nampak seperti sepasang tanduk. Ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang tubuhnya. Ketika aku amati ternyata dia memiliki sayap dan ekor.
"Selamat malam", sapanya dengan nada datar

"Ss..ss..siapa kau? Apa Kau?", tanyaku gemetaran.