Listrik PLN mati di sekitar tempat tinggalku. Praktis lilin menjadi satu-satunya alat penerangan yang tersedia. Anak dan istriku sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing. Aku sendiri sebenarnya tidak akan kesulitan memajamkan mata jika mau menyusul mereka. Tapi kebiasaan tidur setelah tengah malam membuatku merasa masih terlalu sore ketika samar-samar aku melihat jam dinding menunnjukkan pukul 10.30.
Aku duduk di kursi tamu sambil melihat berita banjir yang terjadi dimana-mana melalui layanan internet di HP. Tiba-tiba aku merasakan angin dingin berhembus mengusap tengkuk dan kepalaku bagian belakang. Pada saat yang bersamaan pintu samping berderit. Aku menoleh ke arah pintu dan betapa takut dan terkejutnya ketika kulihat persis di depan pintu sebuah sosok seperti manusia berdiri tegak memandang ke arahku. Tingginya kira-kira hampir dua meter dan besarnya dua kali tubuhku yang berbobot 80 kg. Kulitnya berwarna merah dengan rambut kaku di kepalanya yang tumbuh sangat jarang sehingga kulit kepalanya yang juga berwarna merah jelas terlihat dalam cahaya lilin. Matanya cekung dan berair. Pupil matanya merah menyala. Di dahinya ada benjolan besar disebelah kanan dan kiri nampak seperti sepasang tanduk. Ada sesuatu yang bergerak-gerak di belakang tubuhnya. Ketika aku amati ternyata dia memiliki sayap dan ekor.
"Selamat malam", sapanya dengan nada datar
"Ss..ss..siapa kau? Apa Kau?", tanyaku gemetaran.
"Tidak usah takut kawan, aku hanya lewat dan sekedar ingin tanya"
"Siapa kau? Apa kau?" aku mengulangi pertanyaanku.
"Aku makhluk Tuhan seperti kamu. Manusia menamaiku dengan sebutan Iblis atau Setan", jawabnya tanpa ekspresi.
"Audzu billahi minassyaithoonirrajiim! Aku tidak temanmu dan tidak akan pernah menjadi kawanmu! Pergi jauh-jauh dariku! Cukup sudah tipu dayamu!. Cukup sudah kami menanggung murka Tuhan karena ulahmu", mengetahui siapa dia sebenarnya ketakutanku berubah menjadi kemarahan dan kebencian.
"Wow....wow... keep calm, man!. Inilah yang ingin aku tanyakan. Kenapa engkau membenciku?"
"Karena bujuk dan rayumu banyak manusia hanya mementingkan diri sendiri. Tidak peduli dengan alam yang merupakan hadiah dari Tuhan. Mereka menggunduli hutan dan membuang sampah sembarangan. Dan sekarang kamu bisa lihat sendiri, ketika hujan datang banjir menerjang semua orang bahkan yang tidak berdosa sekalipun ikut merasakan. Pejabat pemerintah kami banyak yang mencuri uang negara. Rakyat kami kelaparan tapi para koruptor justru makin tidak terkendalikan. Keadilan yang kami impikan masih jauh dari kenyataan. Belum juga mengerti apa salahmu?"
"Ha..ha..ha..", tawanya yang dingin dan penuh ancaman menggelegar memenuhi ruangan. "Hanya karena itu kamu membenciku?"
"Karena bisikanmu maka remaja kami tidak bisa memilih seseorang menjadi panutan. Seorang artis penzina disambut seperti pahlawan ketika keluar dari tahanan. Minuman keras dianggap lambang kemajuan. Seks bebas tidak lagi menjadi hal yang ditabukan". Aku menarik nafas dalam-dalam. Rasanya darahku memuncak hingga ke ubun-ubun. Aku betul-betul larut dalam kemarahan yang belum pernah aku rasakan. Setelah akhirnya mampu menguasai diri aku melanjutkan, "Manusia sudah tidak lagi takut dengan ancaman Tuhan. Perintah agama mereka anggap sebagai tontonan dan larangannya mereka jadikan ledekan. Apa itu bukan alasan yang cukup untuk mengutukmu?"
"Plok..plok..plok!" sambil tersenyum penuh arti dia bertepuk tangan. "Aku tidak salah, bukan? Kamu memang temanku"
"Apa maksudmu?!", tanyaku. Aku benar-benar tidak mengerti maksudnya.
Diluar, hujan turun semakin deras. Genteng rumahku yang sudah tua tidak lagi sempurna menahan air hujan. Jika hujan lebat butiran-butiran kecil air jatuh dimana-mana. Sebagian mengenai wajahku tapi aku tidak mempedulikan. Aku penasaran dengan apa yang akan dia katakan. Suara hujan yang cukup keras tidak aku hiraukan.
"Aku suka dengan orang yang selalu menimpakan kesalahan pada orang lain. Aku senang pada orang yang merasa dirinya paling benar. Orang yang menganggap semua orang yang tidak sepaham dengan dirinya sesat. Atau dengan pemahamannya yang dangkal tentang bid'ah mereka mengafirkan saudara mereka sendiri. Mereka layaknya Tuhan yang mengetahui hambanya akan masuk surga atau neraka. I love it"
"Aku tidak seperti mereka. Aku tidak pernah mengkavling surga!" sergahku. Tapi nampaknya dia tidak mau mendengarkan perkataanku dan melanjutkan bicaranya.
"Ketika mereka mendapatkan dirinya berbuat kesalahan maka mereka akan segera mencari kambing hitam. Tertangkap tangan menerima suap terkait impor daging sapi, mereka berteriak telah diperangkap oleh konspirasi zionis. Sungguh menyenangkan mendengarnya."
"Aku tidak seperti mereka! Aku tidak biasa menyalahkan orang lain karena kekuranganku"
Sekali lagi dia juga tidak mempedulikan perkataanku.
"Hal yang membahagiaanku lagi adalah menyaksikan orang yang terlalu fanantik dengan sahabat rasul tertentu sehingga dengan berani menghujat sahabat-sahabat nabi yang lain yang jelas sudah ditetapkan sebagai ahli surga. Aku juga selalu menungggu ramalan nabi yang sudah berkali kali menjadi kenyataan dan akan terjadi lagi. Yaitu orang yang hafal al-qur'an tetapi hafalannya tidak melewati tenggorokannya. Orang yang mengerti isi Al-Qur'an tetapi tidak terwujud dalam tindakannya. It makes me delighted"
"Lalu hubungannya apa denganku?" aku berteriak.
"Masih juga kamu tidak mengerti, kawan? Bukankah dari tadi kamu selalu menimpakan kesalahan padaku? Padahal keburukan dan kesalahan kalian semata-mata hanya karena kelemahan kalian sendiri".
Sejenak aku berpikir. Tapi bukankah itu memang kenyataan jika iblis selalu berusaha menjerumuskan manusia ke dalam dosa? Ya. Aku tidak menyalahkannya tetapi mengungkap yang sebenarnya. Aku tidak menuduh siapa-siapa tapi begitulah adanya. Setan akan sangat berbahagia melihat manusia menjadikan harta sebagai tuhan melebihi segalanya dan rela saling membunuh untuk memperebutkannya. Dia pasti berpesta melihat orang-orang kaya dari timur tengah sana menghambur-hamburkan uang milyaran dolar dengan membeli klub-klub sepak bola Eropa hanya demi kesenangan belaka. Setan pasti tertawa menyaksikan manusia sekarang ini sedang berebut kursi di istana Merdeka, Senayan, propinsi, dan kabupaten atau kota.
“Hello…!?” katanya mengagetkanku.
“Ya. Tetapi bukankah memang engkau selalu mencari kelemahan manusia dan dengan itu lalu kamu memanfaatkannya untuk menjerumuskan mereka? Bukankah engkau akan merasa sangat kecewa ketika gagal menyesatkan manusi?”
“Betul. Aku tidak menyangkal”
“Kalau begitu sangat wajar bukan kalau aku membecimu?”
“Hmm… Tetapi aku sebenarnya hanyalah melakukan tugas yang dibebankan kepadaku oleh Tuhan. Dia memerintahkanku untuk membawa kalian ke jalan sesat dan menjauhkan dari tuntunan agama yang telah diajarkan kepada kalian. Aku sekedar memerankan peran yang berbeda dengan kalian. Jadi tak usahlah menyikapi keberadaanku secara pribadi. Ini tak lebih dari hanya sebuah pekerjaan. Bahkan aku telah menjalankan tugasku lebih baik dari kalian. Hanya sedikit manusia yang aku tidak mampu membawanya masuk dalam dosa. Bukankah itu artinya aku lebih baik daripada kalian?”
“Ha ha ha. Inilah diri kamu yang sesungguhnya. Selalu merasa paling mulia diantara hamba Tuhan lainnya. Tuhan jelas mengatakan kepada kami bahwa engkau adalah musuh kami yang nyata. Jika tidak membencimu, bagaimana mungkin aku bisa menjadikanmu musuh? It’s just a job. Don’t take it personal”.
Aku merasakan butiran-butiran air semakin banyak membasahi wajah dan kepalaku. Tak bisa dibiarkan lagi. Dengan menggunakan telapak tangan aku mebersihakan air di mukaku. Aku baru menyadari ternyata HP-ku jatuh ke lantai. Lilin di atas meja sudah mati dan tinggal sisa-sisa. Dan rupanya listrik sudah menyala kembali. Aku bangkit mengambil HP dari lantai lalu mematikan lampu utama dan segera masuk ke dalam kamar. Aku bentangkan selimut dan cepat-cepat membenamkan diriku di dalamnya. Hujan diluar masih turun dengan deras dan sura petir tidak lagi dari kejauhan tetapi menggelegar seakan di atas kepala. Aku ingin bermimpi lagi tetapi kali ini aku ingin bertemu dengan bidadari. Tapi tidak. Aku sudah memilik bidadari yang sekarang terlelap di sampingku. Walaupun kata orang bidadari wanna be, tak apalah. Aku tidak membutuhkan lebih dari ini. Selamat malam istriku. Have a nice dream.
Iku crito fiktif opo fiksi lèh..??, tp isinè mantab utk direnungkan..kito ini opo musuhi musuh,ngancani konco,musuhi konco,ngancani musuh,musuhi kancanè musuh,ngancani musuhè konco..dst..
ReplyDeletecieee .. bapak :D
ReplyDeleteThanks for visiting
Deletesetelah membaca jadi introspeksi diri
ReplyDeletesemoga ada manfaatnya untuk kita semua. mkash
DeleteWiihiiii, jos pak
ReplyDelete