Saturday, November 14, 2015

Setiap ada satu kesulitan maka disitu ada dua kemudahan

Penghianatan, ke-semena-menaan, kesengsaraan, kehilangan dan sejenisnya merupakan bahan utama dalam membentuk sebuah kisah agar menjadi indah. Karena dalam sebuah cerita takkan menarik tanpa ada konflik dan penyelesaian yang tak terduga. Maka jika anda dalam kisah anda sedang mengalami hal itu, bersabarlah, bertahanlah dan biarkan episode-episode selanjutnya berlanjut. Nanti ada saatnya adegan yang menyenangkan akan datang. Dan saat itu pengalaman pahit anda saat ini akan menjadi cerita yang indah. Percayalah !

 فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا * إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا


“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Dalam kata الْعُسْرِ kata yang digunakan adalah "difinite noun" atau "makrifah" atau jelas mana yang dimaksud. Jadi, jika kata "makrifat" diulang dua kali, berarti sebenarnya hanya satu yang dimaksud. Penyebutan kedua hanyalah pengulangan. Berbeda dengan kata يُسْرًا dalam ayat tersebut dinyatakan dalam bentuk "undifinite" atau "nakiroh" atau masih umum. Maka jika diulang berarti memiliki maksud yang berbeda dengan yang disebutkan sebelumnya. Dengan kata lain : setiap ada satu kesulitan maka pasti dibelakngnya ada dua kemudahan. 
Wallahu A'alam.

Meneladani sifat Tuhan

Beragama itu, meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia. Dan sifat Tuhan yang paling dominan adalah Al-Rahman. Yang artinya maha pemberi rahmat kepada semua mahluk tanpa pandang bulu. Manusia, malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan lainnya semua mendapat rahmat-Nya. Dalam proses meneladani sifat Tuhan yang seperti itu, Ibnu Arabi menggambarkan dalam syair berikut ini.

لَقَدْ صَارَ قَلْبي قاَبِلاً كُلَّ صُوْرَة..... فَمَرْعَى لِغِزْلاَنٍ وَدِيْرٌ لِرُهْباَنِ
وَبَيْتٌ لِأَوْثاَنٍ وَكَعْبَةَ طاَئِف ..... وَأََلْوَاحُ تَوْرَاةٍ وَمُصْحَفُ قُرْﺁنِ
أََدِيْنُ بِدِيْنِ الْحُبِّ أََنَّي تَوَجَّهَت ..... رَكَائِبُهُ فالْحُب دِيْنِى وَﺇِيْمَانِي

“Hatiku telah siap dengan segala realitas
Ia merupakan padang rumput bagi rusa,
Biara bagi para rahib,
Kuil anjungan berhala,
Ka‘bah tempat orang bertawaf,
Batu tulis untuk Taurat,
Dan lembaran bagi al-Qur’an.
Aku mabuk Cinta,
Kemanapun Dia bergerak
Disitu aku mencinta
Cinta (kepada-Nya) adalah agama dan keyakinanku.

"Tarjuman hal 43-44"
Seringkali pernyataan beliau tersebut dipahami oleh pembacanya sebagai sikap toleransi beragama. Memang jika dipahami secara literal bisa jadi akan mendapat pengertian demikian. Wallahu A'lam

Niat Baik Menghasilkan Amal Baik

Nanti di akherat ada orang yang ketika di dunia miskin harta, tetapi dalam buku catatan amalnya dia telah melakukan ibadah haji, menyumbang pembangunan masjid, memberi makan ribuan orang miskin dan menjadi kafil ratusan anak yatim. Orang miskin inipun lalu mengkomplain atas catatannya.
"Ini bukan punya saya, Tuhan. Malaikatmu telah salah tulis. Aku di dunia tidak punya harta yang cukup selain untuk makan. Bagaimana mungkin saya bisa haji dan bersedekah sebanyak itu?"
Tuhan lalu menjawab: "Aku tidak pernah salah. Malaikatku juga tidak pernah salah!".
"Lalu dari mana datangnya catatan itu?".
"Kemiskinan tidak menghentikan kamu berniat melakukan hal-hal baik itu semua. Dan malaikatku selalu berhusnu dzon (berprasangka baik). Setiap kamu berniat melakukan amal baik maka ia mencatatnya. Dan tidak terwujudnya niatmu kartena keterbatasan finansialmu. Namun aku tau, niatmu tulus. Maka begitulah catatanmu"
Orang tersebut lalu dipersilahkan untuk menuju surga. (Syarah Jardani ala arbain nawawiyah)
Dari kisah diatas, mari kita senantiasa menata dan memperbaharui niat. Walupun kita tidak mampu melaksanakan niat baik kita karena keterbatasan kita, semoga Allah mencatat niat kita sebagai amal baik. Amin.

Kenapa Kita Berdoa?

Seringkali kita berdoa dengan rajin meminta sesuatu, tetapi sesuatu itu tak kunjung juga kita dapatkan.
"Kenapa?",
"Lho..... emang kita punya hak mendikte Tuhan apa?",
"Lalu untuk apa kita disuruh berdo'a?"
"Bukannya kamu berdo'a pada Tuhan karena percaya padaNya kalau Ia bisa membantu?"
"Benar!"
"Nah itulah tujuan sebenarnya dari do'a..... Do'a yang melahirkan tauhid!"
"Jadi berdo'a adalah melakukan perintah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Atau dengan kata lain; berdoa adalah ibadah. Adapun dikabulkan atau tidak, ya.... urusan lain."
"Ya begitulah. Iman ada di hati, bukan di otak. Iman gak usah dilogikakan. Dalam kita hidup, kita disuruh bekerja dan berusaha sekuat tenaga... KERJAKAN!. Jangan lupa dibarengi dengan do'a, LAKUKAN! Hasil akhirnya.....? PASRAHKAN!" gitu aja kok repot....
Wallahu A'lam.

Sudah Benarkah Kita Berdoa?

Seringkali seseorang berdoa tidak sepenuhnya meminta Allah dengan keyakinan bahwa Allah mampu berbuat segalanya. tetapi karena sebab yang lain. Contoh, anda berdo'a agar mampu membeli mobil baru. Jika saat berdo'a anda tak punya uang sedikitpun, anda tidak yakin do'a anda bisa terkabul karena anda tidak punya sebab (modal uang) untuk merealisasikan keinginan anda. itu artunya anda meragukan kemampuan Allah. Berbeda ketika anda sudah punya tabungan 50 juta, anda akan lebih yakin do'a anda akan terkabul karena anda punya sebab (modal). Intinya keyakinan anda tergantung dengan sebab dan bukan bergantung pada kemampuan Allah.

Hidup adalah Usaha

Ketika Sayyidah Hajar ditinggal bersama bayinya di tanah tandus, tanpa makanan dan tanpa air ia bertanya pada suaminya: "Kepada siapa engkau pasrahkan hidup kami? Apakah Allah telah memerintahkan engkau demikian? Nabi Ibrahim menjawab: "Ya'.
"Jika demikian Allah tidak akan membiarkan kami"
Sepeninggal Nabi Ibrahim, Ismail kecil menangis karena kehausan. Hajar tidak tinggal diam walau dia tahu Allah akan memberi apapun yang ia perlukan. Dia berusaha mencari air dengan berlari antara Sofa dan Marwa hingga 7 kali mengejar fatamorgana yang ia sangka air. Keletihan, iapun berhenti dan kembali ke anaknya yang dari tumitnya ternyata mengalir sumber mata air yang tetap mengalir hingga sekarang. Intinya, manusia mendapat uang, makanan atau apapun harta benda, bukan karena usahanya. Tapi karena pemberian Allah. Disisi lain, bekerja keras dengan maksimal adalah tugas yang harus dijalankan manusia. Jadi : tidak usahlah terlalu "ngoyo" dalam bekerja. Tapi bukan berarti tidak maksimal lho... Sebab menjalankan tugas harus naksimal.

ABU NAWAS ATAU ALBERT EINSTAIN, LEBIH CERDAS?


Jerman, musim panas 1921. Dalam sebuah perjalanan kereta api antara Köln - Frankfurt, seorang laki-laki yahudi duduk bersebelahan dengan seorang laki-laki Arab. Setelah berkenalan akhirnya diketahui lelaki yahudi itu bernama Albert Einstain dan orang Arab itu bernama Abu Nawas Jr. Ke-7. Untuk mengisi waktu selama perjalanan, Einstein menantang Abu main tebak2an. Mulanya Abu menolak karena dia sangat lelah dan mengantuk. Tetapi Einstain memaksa dengan iming2 jika Einstain tidak bisa menjawab pertanyaan Abu, Einstain akan membatar 100 DM (Deutsche Mark: mata uang jerman saat itu). Sebaliknya jika Abu yang tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan Einstein maka Abu hanya membayar 2 DM. Akhirnya Abu bersedia diajak main tebak2an. Yang mendapat giliran pertama bertanya adalah Einstein. "Tolong jelaskan rumus E = mc2" Abu segera merogoh koceknya dan menyerahkan 2 DM. "Aku tidak tahu". Einstein tersenyum sangat lebar. Giliran Abu yang mengajukan pertanyaan sekarang. "Hewan apa yang jika naik kakinya 4 dan jika turun kakinya 3?" Einstein berpikir sangat keras namun dia tak tahu jawabannya. Penasaran, ia membongkar tasnya yang penuh dengan buku tapi tidak juga menemukan jawaban. Sementara Abu lelap dalam tidurnya, Einstain berjalan ke seluruh gerbong kereta dan menanyai semua penumpang tentang pertanyaan Abu tersebut. Pun demikian tidak seorangpun ada yang bisa menjawab. Akhirnya dia menyerah dan membayar Abu 100 DM. Namun Einstein tidak bisa menghilangkan rasa penasarannya. Dengan malu tertahan ia mengajukan pertanyaan yang sama pada Abu. "Hewan apa yang jika naik kakinya 4 dan jika turun kakinya 3?" Dengan malas Abu merogoh koceknya lagi dan menyerahkan 2 DM pada Einstein seraya berkata "Aku juga tidak tahu"