Saturday, January 18, 2014

Bertemu Tuhan Berkulit Hitam

Fayetteville adalah kota kecil yang berada di wilayah Negara bagian  North Carolina, Amerika Serikat. Sebuah kota yang memiliki cuaca menyenangkan. Ketika musim dingin jarang turun salju sehingga tidak terlalu dingin. Dan ketika musim panas tidak begitu menyengat karena memang wilayahnya diluar garis khatulistiwa. 

Beberapa tahun yang lalu aku mendapatkan kesempatan tinggal di sana selama sekitar satu bulan dalam rangka mengikuti program pertukaran tenaga pengajar. Peserta program yang berasal dari Indonesia ada 4 orang yang ditempatkan di Terry Sanford High School Fayetteville. Masing-masing dari kami tinggal (home stay) dengan keluarga wali murid atau guru dari sekolah tersebut.

Suatu siang, mentor kami mengajak makan siang di sebuah restoran makanan cepat saji. Tidak ada yang istimewa dengan restoran tersebut. Aku makan sandwich telur dan sepiring French Fries (kentang goreng). Selesai makan, seperti biasa kami mendiskusikan program-program yang telah kami lalui hari itu. Namun aku sedang tidak tertarik berdiskusi. Lalu aku keluar untuk sekedar menikmati cuaca yang hari itu cukup cerah. Waktu itu adalah akhir bulan Oktober, jadi kami berada di musim gugur. Maka aku bisa merasakan suasana yang tidak biasa di Indonesia. Daun-daun pohon Oak yang ada di sekitar restoran itu sudah berubah warna menjadi kuning dan jatuh satu demi satu membuat pemandangan menjadi kian mempesona. Indah sekali...




Tiba-tiba seseorang mendekatiku.
"Hello!" Lelaki tua berpakaian rapi yang sangat mirip dengan bintang Hollywood Morgan Freeman menyapa.

“Hi…” jawabku dengan ramah.

“I need your help. I haven’t had lunch nor breakfast. Could you give me some money for food?” ("Aku butuh bantuanmu. Aku belum makan siang juga belum sarapan. Bisakah kamu memberi saya uang untuk membeli makan?") Dengan  sopan ia meminta.

Aku memberinya 1 dollar. Orang tua itu lalu pergi dan masuk ke dalam restoran. Namun beberapa menit kemudian ia mendatangiku lagi dan bilang kalau satu dolar tidak cukup. Makanan termurah yang ada adalah dua dolar. Jadi kalau memungkinkan dia minta tambahan satu dolar. Aku langsung menghitung kurs dolar terhadap rupiah. 1 dolar sama dengan 12 ribu rupiah. Wow... pengemis diberi uang 12 ribu masih minta lagi?. Tapi karena suasana hatiku lagi nyaman terbawa keindahan musim gugur, aku memberinya 1 dolar lagi.

Ketika sedang asyik memandangi daun yang berjatuhan orang tua tadi mengagetkanku. Dari jauh seraya menunjukkan kantong kertas bergambar burger dia berteriak "Thank you for lunch".

Dalam hati aku berkata, "Terima kasih Tuhan, hari ini Engkau memberiku kesempatan bisa berbagi makan siang dengan orang lain".

Kejadian itu berlalu begitu saja. Aku kembali pada jadwal padat yang harus aku ikuti selama mengikuti program tersebut. 

Sekolah Terry Sanford adalah sekolah umum. Peserta didiknya berasal dari berbagai kalangan dan etnis. Aku tinggal di rumah keluarga siswa keturunan Jerman sedangkan salah satu temanku tinggal di keluarga keturunan India muslim. Hal itu membuat kami yang sesama muslim menjadi lebih dekat mengenal komunitas muslim disana yang jumlah anggotanya tidak begitu besar.

Setiap hari Sabtu dan Minggu sekolah libur dan kegiatan kami juga libur. Kesempatan itu kami manfaatkan untuk berbaur dengan komunitas muslim tersebut. Kami ikut berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Masjid. Masjid yang aku maksud adalah sebuah bangunan rumah yang tidak terlalu besar yang didalamnya di tata seperti layaknya sebuah masjid. Bangunan itu dilengkapi dengan fasilitas kedap suara. Sebab jika suara adzan atau yang lainnya terdengar kemana-mana dapat dianggap mengganggu lingkungan dan hal itu bisa menimbulkan masalah.

Walaupun kami hanya bisa bertemu saat weekend saja tetapi rasanya kami menemukan keluarga baru dengan mereka. Bahkan suatu ketika, salah seorang Khatib yang bertugas berhalangan hadir karena ada  urusan di Hawaii, pengurus masjid memintaku untuk menggantikannya sebagai Khatib dan Imam shalat Jum'at. Pengalaman langka menyampaikan Khotbah Jum'at dalam Bahasa Inggris.     

Waktu berlalu dengan cepat dan akhirnya tibalah saatnya meninggalkan Fayetteville. Sehari sebelum kami pergi, kami diundang makan malam di rumah salah satu pengurus masjid.  Ketika berpamitan aku diberi sebuah amplop. Aku bertanya apa isinya, dia hanya bilang dengan muka serius, "It's nothing. But we'll be very angry if you refuse it " (Bukan apa-apa. Tapi kami akan sangat marah kalau kamu menolaknya). Akupun tidak punya pilihan kecuali menerimanya.

Sesampai di rumah tempat aku tinggal, aku buka amplop tersebut. Aku menemukan beberapa lembar uang kertas didalamnya. Aku amati salah satunya yang bernilai 100 dollar. Gambar Benjamin Franklin yang ada di uang kertas itu tiba-tiba memudar dan perlahan-lahan muncul gambar lelaki tua berkulit hitam dan berambut keriting. Morgan Freeman? aku bertanya dalam hati. Gambar itu semakin jelas dan tidak salah lagi, itu adalah lelaki tua yang minta uang untuk beli burger tempo hari. Astaghfirullah! Aku berkedip dan yang kulihat hanyalah wajah Benjamin Franklin. 

Hari itu aku BERTEMU dengan kebesaran TUHAN melalui seorang lelaki tua BERKULIT HITAM. 







No comments:

Post a Comment